*Batuan yang Dikumpulkan Astronot Apollo 17 Ungkap Usia Bulan

bulan

KODEMIMPI - Selama misi Apollo 17 pada 1972, yang merupakan kali terakhir manusia berjalan di bulan, astronot AS Harrison Schmitt dan Eugene Cernan mengumpulkan sekitar 110,4 kg sampel tanah dan batuan yang kemudian dikembalikan ke Bumi untuk diteliti lebih lanjut.

Setengah abad kemudian, kristal mineral zirkon di dalam fragmen batuan beku berbutir kasar yang dikumpulkan oleh Schmitt memberi para ilmuwan pemahaman yang lebih dalam tentang pembentukan bulan dan usia yang tepat dari pasangan Bumi.

Berdasarkan analisis terhadap kristal-kristal tersebut, para ilmuwan pada Senin (23/10/2023), mengatakan bulan berusia sekitar 40 juta tahun lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dikatakan, bulan terbentuk lebih dari 4,46 miliar tahun yang lalu atau dalam kurun waktu 110 juta tahun setelah kelahiran tata surya.

Hipotesis utama pembentukan bulan adalah bahwa selama sejarah awal tata surya yang kacau, sebuah obyek seukuran Mars yang disebut Theia menabrak Bumi purba.

Ini melontarkan magma –batuan cair– ke luar angkasa, membentuk piringan puing-puing yang mengorbit Bumi dan menyatu menjadi bulan. Namun, waktu yang tepat untuk pembentukan bulan masih sulit dipastikan.

Kristal mineral dapat terbentuk setelah magma mendingin dan memadat.

Para peneliti menggunakan metode yang disebut tomografi probe atom untuk mengonfirmasi usia benda padat tertua yang diketahui terbentuk setelah tumbukan raksasa, yaitu kristal zirkon di dalam pecahan jenis batuan yang disebut norit yang dikumpulkan oleh Schmitt.

"Saya menyukai fakta bahwa penelitian ini dilakukan pada sampel yang dikumpulkan dan dibawa ke Bumi 51 tahun yang lalu. Pada saat itu, tomografi probe atom belum dikembangkan dan para ilmuwan tidak akan membayangkan jenis analisis yang kita lakukan saat ini," kata ahli kosmokimia Philipp Heck, direktur senior penelitian di Field Museum di Chicago, profesor Universitas Chicago dan penulis senior studi yang dipublikasikan di jurnal Geochemical Perspectives Letters.

"Menariknya, semua mineral tertua yang ditemukan di Bumi, Mars, dan bulan adalah kristal zirkon. Zirkon, bukan berlian, bertahan selamanya," tambah ilmuwan planet UCLA dan rekan penulis studi tersebut, Bidong Zhang.

Batuan yang mengandung zirkon dikumpulkan di lembah Taurus-Littrow di tepi tenggara Mare Serenitatis bulan dan disimpan di Pusat Antariksa Johnson NASA di Houston.

"Zirkon sangat keras dan tangguh serta bertahan dari pemecahan batuan selama pelapukan," kata Heck.

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Zhang dan diterbitkan pada 2021 menggunakan teknik analisis mikroprosesor ion untuk mengukur berapa banyak atom uranium dan timbal yang ada di dalam kristal, menghitung usia zirkon berdasarkan peluruhan uranium radioaktif menjadi timbal dari waktu ke waktu.

Usia tersebut perlu dikonfirmasi melalui metode lain karena adanya potensi komplikasi yang melibatkan atom timbal jika terdapat cacat pada struktur kristal zirkon.

Studi baru ini menggunakan tomografi probe atom untuk memastikan tidak ada komplikasi yang melibatkan atom timbal, yang mengonfirmasi usia kristal.

"Saya melihat ini sebagai contoh yang bagus tentang apa yang bisa disampaikan oleh skala nano, atau bahkan skala atom, kepada kita tentang pertanyaan-pertanyaan yang lebih besar," kata penulis utama studi tersebut, Jennika Greer, seorang ahli kosmokimia dari University of Glasgow di Skotlandia.

Bulan, yang mengorbit Bumi pada jarak rata-rata sekitar 385.000 km, memiliki diameter sekitar 3.475 km, lebih dari seperempat diameter planet Bumi.

"Tumbukan raksasa yang membentuk bulan merupakan peristiwa dahsyat bagi Bumi dan mengubah kecepatan rotasi Bumi. Setelah itu, bulan memiliki efek untuk menstabilkan sumbu rotasi Bumi dan memperlambat kecepatan rotasi Bumi," kata Heck.

"Tanggal pembentukan bulan menjadi penting karena setelah itu Bumi menjadi planet yang bisa dihuni," tambahnya.

Zhang menyebut bulan membantu menstabilkan sumbu Bumi untuk iklim yang stabil.

"Tarikan gravitasi bulan membantu membentuk ekosistem lautan. Bulan menjadi inspirasi bagi budaya dan eksplorasi manusia. Dan NASA serta badan antariksa lainnya melihat bulan sebagai batu loncatan untuk eksplorasi ruang angkasa di masa depan," jelasnya, dikutip dari Reuters.